hama dan penyakit


7.1.Hama

1.

Lumut
Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
2.Bangsa ketam
Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoranbocoran.
3.Udang tanah (Thalassina anomala),
Membuat lubang di pematang.
4.Hewan-hewan penggerek kayu pintu air
Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain.
5.Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.)
Menempel pada bangunan-bangunan pintu air.

Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut.
Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung, termasuk golongan buas, antara lain:

1.

Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.
2.Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
3.Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
4.Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
5.Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata).

Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.

1.

Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium telescopium).
2.Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
3.Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.
4.Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan lain-lain.

Pengendalian:

1.

Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung racun saponin.

a.

Bungkil biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji teh yang diperas minyaknya dan banyak diproduksi di Cina.
b.Kadar saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang dipelihara.
c.Daya racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar daripada terhadap udang.
d.Daya racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah diracun dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu dibuang, sebab residu bungkil itu dapat menambah kesuburan tambaknya.
e.Daya racun saponin berkurang apabila digunakan pada air dengan kadar garam rendah. Tambak dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air tambak > 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.
f.Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00.
g.Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi tepung, kemudian direndam dalam air selama beberapa jam atau semalam. Setelah itu air tersebut dipercik-percikan ke seluruh tambak. Sementara menabur bungkil, kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.
2.Rotenon dari akar deris (tuba).

a.

Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon. Akar yang masih kecil lebih banyak mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
b.Dalam air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang berkadar garam tinggi.
c.Sebelum digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air selama 24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai air berwarna putih susu.
d.Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon sudah hilang setelah 4 hari.
3.Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200- 400 kg/Ha.

a.

Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10 cm.
b.Setelah ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh hama. Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
c.Setelah itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.
4.Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama trisipan.

a.

Brestan-60 adalah semacam bahan kimia yang berupa bubuk berwarna krem dan hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
b.Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya 28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah kadar garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak.
c.Daya racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.
d.Cara penggunaan:
-Air dalam petakan disurutkan sampai ± 10 cm. Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
-Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian dipercik-percikkan ke permukaan air.
-Air dibiarkan menggenang selama 4-10 hari, agar siputnya mati semua.
-Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali, dengan memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.
5.Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan untuk meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas asetilen yang timbul akan membunuh kepiting.
Abu sekam yang dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat mematikan.
6.Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan.
7.Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua. Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam.
7.2.Penyakit asal Virus.

1.

Monodon Baculo Virus (MBV)
Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam pembesaran.
2.Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)
Gejala: (1) udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata; (2) bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam; (3) udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting; (4) pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna putih keruh; (5) permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur; (6) pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada mukosa usus depan dan tengah.
Pengendalian: perbaikan kualitas air.
3.Hepatopancreatic Parvo-like Virus
Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut.
Pengendalian: perbaikan kualitas air.
4.Cytoplamic Reo-like Virus
Gejala: (1) udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air; (2) kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di kolam post larva umur 18 hari.
Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang penting adalah perbaikan kualitas air.
5.Ricketsiae
Gejala: (1) udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah; (2) udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian tengah (mid gut); (3) adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat; (4) kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen.
Pengendalian: menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun, kematian akan timbul lagi.
7.3.Penyakit Asal Bakteri

1.

Bakteri nekrosis
Penyebab: (1) bakteri dari genus Vibrio; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
Gejala: (1) muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya; (2) usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
Pengendalian: Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2) Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan; (3) pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
2.Bakteri Septikemia
Penyebab: (1) Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas sp.; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
Gejala: (1) menyerang larva dan post larva; (2) terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
Pengendalian: (1) pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2) pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
7.4.Penyakit Asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan kemandulan (Bopyrid).

1.

Bakteri nekrosis
Parasit cacing Cacing Cestoda, yaitu
-Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
-Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan intertubuler hepatopankreas.
Cacing Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding proventriculus dan usus.
Cacing Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas udang yang hidup secara alamiah.
2.Parasit Isopoda
Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada udang.
7.5.Penyakit Asal Parasit
Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu 24 jam.
Penyebab: (1) Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium; (2) penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
Pengendalian: (1) pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01 pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang sehat; (2) jalan filtrasi air laut untuk pembenihan; (3) pencucian telur udang berkali-kali dengan air laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin, karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.

0 komentar:

Posting Komentar